Siang itu sekitar pukul dua tepatnya pada
hari Jum’at tanggal 08 Mei 2015, saya Hanifah Harfiatun Alhaq bersama teman
saya Fitria Hanifa Yasita. Kami sepakat untuk melakukan wawancara kepada salah
satu civitas yang berada di lingkungan kampus. Mulanya kami menuju gedung Fakultas
Ilmu Sosial untuk mencari dosen sebagai narasumber, tapi ternyata hasil yang
kami dapatkan 0. Akhirnya kami memutuskan untuk pergi ke IDB I dan IDB II, dan
hasil yang didapatkan pun sama seperti sebelumnya, yaitu 0.
Berbekal rasa ingin tau yang sangat
tinggi, akhirnya kami memutuskan untuk kembali ke gedung K, yaitu gedung
Fakultas Ilmu Sosial. Kami pun menuju lantai dua dan akhirnya bertemu dengan
seorang Petinggi Fakultas Ilmu Sosial. Beliau bernama Dr. Andy Hadiyanto MA.
Lahir di Surabaya, pada tanggal 21 Oktober 1974. Bapak Andy beralamat di
Perumahan Bumi Alam Indah A14, Jati Mekar, Pondok Gede. Beliau berprofesi
sebagai: Pegawai Negeri Sipil (dosen), Pembantu Dekan III Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Jakarta. Bapak Andy sudah mengabdi di UNJ sejak tahun 2001, sudah
hampir 14 tahun beliau mengabdikan diri di universitas ini.
Menurut beliau, perkembangan yang terjadi
di UNJ berkembang dengan sangat pesat, baik dari segi infrastruktur (sarana dan
prasarana), dari segi brainware, maupun dari segi sumber daya manusia yang
semakin hari semakin membaik. Jika dibandingkan dengan UNJ tempo dulu, pada
tahun 2001 masih banyak dosen yang hanya bergelar S1. Sedangkan sekarang 80%
dosen-dosen yang mengajar di UNJ memiliki gelar S2, selebihnya Magister sampai
Doktor dan hanya sebagian kecil yang masih bergelar S1 (sekitar 2-3%). Seluruh
dosen melakukan penelitian dan pengabdian. Dosen diutus keluar negeri untuk
mengikuti seminar kemudian mempresentasikan hasil seminar tersebut.
Dilihat dari segi kemahasiswaan, beliau
berpendapat bahwa kualitas mahasiswa meningkat, kuantitasnya pun juga demikian.
Sudah tidak ada lagi sistem reguler dan non reguler, serta tidak ada lagi kesenjangan
antara mahasiswa yang mampu dan tidak mampu, semua saling mengisi satu sama
lain. Sudah diterapkannya sistem UKT (Uang Kuliah Tunggal) yang Insyaa Allah
tidak akan memberatkan pihak mahasiswa. Kampus juga menyediakan begitu banyak
beasiswa, seperti PPA, BBM, dan program beasiswa yang paling banyak pesertanya
(penerimanya) adalah Bidik Misi, hampir 20% mahasiswa UNJ merupakan penerima
Bidik Misi. Kurikulum yang diterapkan juga sudah mulai dibenahi agar bisa
diserap oleh pasaran kerja nasional, regional hingga internasional. Beban
kuliah yang ditanggung oleh mahasiswa pun semakin berkurang. Dulu, untuk
menempuh gelar S1 sks yang diambil oleh mahasiswa berkisar antara 150-196 sks.
Sedangkan sekarang sks yang ditempuh hanya sekitar 144, sehingga besar
kemungkinan untuk mahasiswa lulus dengan tepat waktu (4 tahun). Sks yang
diterapkan tersebut berdasarkan kompetensi keahlian yang dimiliki oleh
mahasiswa. Kampus pun memberikan kesempatan kepada para mahasiswa untuk
melakukan diskusi-diskusi nasional. Namun, keikutsertaan mahasiswa dalam
Program Kreatifitas Mahasiswa masih sangat rendah dan kegiatan prestasi yang
dilakukan pun masih belum terlihat.
Banyak hal yang justru diisukan dan
didemokan oleh mahasiswa sebenarnya karena ketidaktahuan mahasiswa itu sendiri.
Dan mahasiswa cenderung tidak mau menggunakan saluran-saluran dialog dari
tingkat jurusan, fakultas, hingga universitas. Mahasiswa selalu menggunakan
jalan instan untuk menyampaikan aspirasinya langsung ke tingkat universitas. Padahal
banyak hal yang dapat diselidiki dahulu asal-usulnya diawali dari tingkat
prodi/jurusan, fakultas, dan yang terakhir baru ke tingkat universitas. Kasus
asusila yang belum lama ini berhembus dan didemokan, padahal sudah ada
penyelesaian yang dilakukan melalui sidang senat. Kemudian, beliau menuturkan
bahwa kelemahan mahasiswa pada saat ini ialah cenderung instan. Berbeda dengan
zaman dulu, mahasiswanya selalu mengikuti dialog, seminar dan diskusi. sedangkan
mahasiswa saat ini selalu memilih jalan pintas (googling). Hal tersebut
disebabkan karena faktor budaya.
Harapan beliau kepada para mahasiswa
yaitu menjauhi budaya instan, selalu menghargai proses yang ada karena segala
sesuatu membutuhkan proses. Cara menjauhi budaya instan tersebut dengan banyak
membaca dan menulis. Jika mahasiswa ingin melakukan perubahan, harus membudayakan
menulis, karena dampak tulisan akan sangat lama (dibukukan). Mahasiswa harus
senang mengexplore dan meneliti, bersilaturahmi, meneliti dengan teman-teman
yang memilki bidang ilmu yang sama, baik ditingkat nasional hingga
internasional. Jangan hanya asik dengan demo dan orasi-orasi yang dilakukan,
mahasiswa juga harus mempunyai kemandirian baik dalam hidup maupun dalam sikap
berpolitik. Dan yang terakhir mahasiswa harus memiliki kemampuan berkomunikasi
yang baik, sehingga tidak seperti katak dalam tempurung.
Ditulis di Jakarta, 08 Mei 2015 pukul
21.47
Oleh Hanifah Harfiatun Alhaq (4715142506)
Jurusan Ilmu Agama Islam
Fakultas Ilmu Sosial 2014
Komentar